Reporter: Akmal – Editor: Redaksi
Insitekaltim, Samarinda – Sosok Suriansyah yang dikenal memiliki panggilan Haji Sasa ini menjadi perbincangan hangat bagi para pedagang di Samarinda. Bagaimana tidak, pria berumur 47 tahun itu seringkali memborong dagangan hingga ludes.
Setelah ditelusuri lebih jauh, Haji Sasa mengaku telah menghabiskan uang dalam kurun waktu empat bulan untuk membantu orang-orang mencapai Rp 5 miliar.
“Uang itu saya dapatkan dari Allah dan ini hanya titipan maupun amanah bagi saya, tidak ada yang perlu saya banggakan,” ucapnya kepada Insitekaltim.com, Rabu (25/8/2021).
Dalam kurun waktu tersebut, ia membagikan titipan Allah kepada para pedagang, lalu memberikan rezeki untuk anak yatim piatu. Selain itu juga untuk membantu bedah rumah warga yang dirasa membutuhkan.
Akan tetapi yang menjadi pembahasan bukanlah seberapa banyak uang yang didermakan Haji Sasa, tetapi masa kelam dan terpuruk di masa lalu pernah ia lalui.
Diceritakan pada tahun 1980, Haji Sasa terpaksa harus putus sekolah dari bangku SMP karena kehidupan kedua orang tuanya yang tidak berkecukupan. Sang ayah, bernama Mansyur bin Taman adalah seorang tukang bangunan dan Ibunya bernama Tuah binti Kastawi, hanya seorang pembantu rumah tangga.
Bahkan Haji Sasa di usia 16 tahun seharusnya masih duduk di bangku sekolah menempuh pendidikan, namun sebaliknya ia harus merasakan kerasnya hidup sebagai kuli bangunan membantu sang paman.
Waktu terus berjalan dan pada 1997 Haji Sasa menjadi seorang kontraktor berskala kecil, namun keberuntungan belum diraihnya.
Saat berkecimpung menjadi kontraktor bidang properti yang ia geluti selama 11 tahun tidak membuat kehidupannya lebih baik, malah mengalami kegagalan dan terpuruk.
Haji Sasa memiliki utang ratusan juta rupiah dan terus menghantui dirinya. Sementara orang yang pernah dia bantu dan teman-temannya seketika itu menghilang di saat Ia mengalami cobaan yang berat.
“Satu per satu meninggalkan saya, sedang preman terus menerus datang untuk menagih utang. Saat itu saya sudah tidak punya apa-apa. Tidak punya siapa-siapa, jadi gembel, dan tidur di kawasan Citra Niaga lantaran tak bisa bayar utang,” kenang Haji Sasa.
“Sangking terpuruknya, dalam pikiran saya sempat terbesit untuk melakukan percobaan bunuh diri dari atas hotel yang berada di Samarinda,” terangnya.
Ketika sudah berada di atas Hotel, Ia sempat melihat ke bawah, seketika itu terfikir kalau lompat terus mati mungkin tidak akan jadi masalah. Tetapi kalau luka luka saja, ini akan menambahkan perkara.
“Jadi saat itu ada satu hidayah yang membuat saya tersadar. Ada seorang pria yang tidak saya kenal melihat saya terpuruk, lalu ia menghampiri dan saya bercerita semuanya kepada pria itu,” ungkapnya.
Kondisi yang dialami pada saat itu, wajah muram, tubuh penuh kegelisahan, suasana hati tidak menentu. Bertemu dengan pria tersebut merupakan titik awal yang merubah hidupnya.
Dia pun bercerita panjang lebar semua kesulitan yang ia alami. Seketika pria itu memberikan satu saran kepada dirinya.
“Hapus air matamu, sekarang pulanglah ke rumah minta ampun, rubah juga sikapmu kepada orang tua,” kata Haji Sasa seraya bercerita menggambarkan yang disampaikan pria tersebut.
“Sikap saya terhadap orang tua terbilang sangat nakal. Tetapi ketika saya mencuci kaki ibu saya dan minta ampun lalu merubah sikap kepada orang tua. Kehidupan saya langsung berubah drastis,” tambahnya.
Lebih lanjut dia menceritakan, sejak tahun 2010 mendapatkan rezeki dari bisnis jual beli tanah. Lalu uang tersebut digunakan untuk modal usaha. Perlahan saat modalnya semakin banyak dia membangun tiga perumahan di Jalan PM Noor Samarinda.
Berangsur-angsur semua kehidupan berubah, utang ratusan juta mampu dilunasi. Semua kunci kesuksesannya karena orang tua. Sejak dirinya merubah sikap, rezeki datang seiring berjalannya waktu.